Mekanisme Asfiksia Polutan Udara Terhadap Tubuh Manusia
Asfiksia (berasal dari bahasa Yunani sphyzein yang artinya "denyut yang berhenti") merupakan
kondisi kekurangan oksigen pada pernafasan yang bersifat mengancam jiwa.
Keadaan ini bila dibiarkan dapat mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia yang disertai dengan metabolik asidosis. Asfiksia timbul karena adanya depresi dari susunan saraf
pusat (CNS) yang menyebabkan gagalnya paru-paru
untuk bernafas.
Cara
Pencemaran Asfiksia
Masalah kerusakan lingkungan disebabkan oleh tangan-tangan
manusia itu sendiri. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, harus ada penegakan
hukum lingkungan. Selain itu, tak kalah penting adalah menumbuhkan kesadaran
yang tinggi pada masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. Setidaknya wawasan
mengenai lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan mengarah pada pemeliharaan
dan pelestarian lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain.
Dampak Asfiksia
1. Dampak Asikfia Dalam Jangka Pendek
Jika bayi mengalami gangguan
pernapasan, suplai oksigen ke jaringan dan organ tubuh akan terganggu.
Akibatnya, terjadi penumpukan karbon diokssida, tetapi kekurangan oksigen
sehingga darah akan menjadi asam. Padahal, normalnya keasaman atau pH darah
adalah sekitar 7,35-7,45. Organ yang paling sering mengalami gangguan adalah
otak dengan gejala utama kejang. Kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan
pembengkakan otak. Jika proses ini berlanjut, maka akan terjadi penyusutan
volume (atropi) otak.
Aakhirnya, ukuran otak menjadi lebih
kecil daripada ukuran normal. Kondisi ini disebut mikrosefali. Selain itu, otak
juga dapat membubur (periventrikulerlekomalacia), terutama jika asfiksia
terjadi pada bayi prematur dengan kelainan jantung. Bila janin kekurangan O2
dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung
maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan
akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika
berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
2. Dampak asfiksia jangka panjang
Gangguan
fungsi multi organ pada asfiksia berat Redistribusi sirkulasi yang ditemukan
pada pasien hipoksia dan iskemia akut telah memberikan gambaran yang jelas
mengapa terjadi disfungsi berbagai organ tubuh pada bayi asfiksia. Gangguan
fungsi berbagai organ pada bayi asfiksia tergantung pada lamanya asfiksia
terjadi dan kecepatan penanganan. Frekuensi disfungsi berbagai organ vital
tersebut yaitu otak, kardiovaskular, paru, ginjal, saluran cerna dan
darah.
a) Dampak sistem susunan saraf pusat
kelainan neuropatologis yang paling sering ditemukan pada bayi yang mengalami
asfiksia, di samping perdarahan periventrikularintraventrikular yang terutama
terjadi pada bayi kurang bulan. Kelainan neurologis yang dapat ditimbulkan
adalah gangguan intelegensia, kejang, gangguan perkembangan psikomotor dan
kelainan motorik yang termasuk di dalam palsi serebral. Gejala klinis biasanya
terjadi 12 jam setelah asfiksia berat yaitu stupor sampai koma, pernafasan
periodic, tidak ada refleks komplek seperti Moro dan hisap, kejang tonik-klonik
atau multifokal antara 12–24 jam dapat terjadi apnu yang menggambarkan
disfungsi batang otak. 24 sampai 72 jam kemudian terjadi perburukan, berupa
koma, apnu lama dan mati batang otak terjadi 24-72 jam kemudian.3
b) Dampak sistem kardiovaskular Bayi
dengan asfiksia perinatal dapat mengalami iskemia miokardial transien. Secara
klinis dapat ditemukan gejala gagal jantung seperti, takipnu, takikardia,
pembesaran hati dan irama derap. Ekokardiografi memperlihatkan struktur jantung
yang normal tetapi kontraksi ventrikel kiri berkurang terutama di dinding
posterior. Selain itu ditemukan hipertensi pulmonal persisten, insufisiensi
trikuspid, nekrosis miokardium, dan renjatan.
c) Dampak terhadap ginjal Hipoksia
ginjal dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal, serta kelainan
filtrasi glomerulus. Hal ini timbul karena proses redistribusi aliran darah
akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis tubulus dan
perdarahan medula. Gagal ginjal diduga terjadi karena ginjal sangat sensitif
terhadap hipoksia. Hipoksia yang terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan akan
mengakibatkan iskemia ginjal yang awalnya bersifat sementara namun bila hipoksia
berlanjut akan menyebabkan kerusakan korteks dan medula yang bersifat menetap.
Bayi dengan asfiksia mempunyai risiko untuk terjadinya nekrosis tubular akut..
d) Dampak terhadap saluran cerna Bayi
asfiksia mempunyai risiko terjadinya iskemia saluran Cerna. Hal ini disebabkan
pada bayi asfiksia terjadi redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
Perfusi otak dan jantung dipertahankan dengan mengorbankan ginjal dan
usus.
e) Dampak terhadap hati Hati dapat
mengalami kerusakan yang berat (shock liver), sehingga fungsinya dapat
terganggu. Kadar transaminase serum, faktor pembekuan, albumin dan bilirubin
harus dipantau. Kadar amoniak serum harus diukur. Diberikan faktor-faktor
pembekuan jika diperlukan. Kadar gula darah dipertahankan pada 75-100 mg/dl. Obat-obat
yang didetoksifikasi di hati juga harus dimonitor kadarnya secara ketat.
Kegagalan fungsi hati merupakan pertanda prognosis yang buruk.
f) Dampak terhadap sistem darah
Seringkali ditemukan KID akibat rusaknya pembuluh darah, kegagalan hati membuat
faktor pembekuan dan sumsum tulang gagal memproduksi trombosit.
g) Dampak terhadap paru Dampak asfiksia
terhadap paru adalah hipertensi pulmonal persisten, mekanisme terjadinya adalah
vasokonstriksi paru akibat hipoksia dan asidosis, pembentukan otot arteriol
paru pada masa pranatal, pelepasan zat aktif seperti leukotrin dan pembentukan
mikrotrombus.
Dampak
Pencemaran Udara Terhadap Makhluk Hidup
Dampak
terhadap kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara akan terakumulasi dari
hari ke hari. Pemaparan dalam jangka waktu lama akan berakibat pada berbagai
gangguan kesehatan, seperti bronchitis,
emphysema, dan kanker paru-paru. Dampak kesehatan yang
diakibatkan oleh pencemaran udara berbeda-beda antar individu. Populasi yang
paling rentan adalah kelompok individu berusia lanjut dan balita. Menurut
penelitian di Amerika Serikat, kelompok balita mempunyai kerentanan enam kali
lebih besar jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kelompok balita lebih rentan
karena mereka lebih aktif, dengan demikian menghirup udara lebih banyak,
sehingga mereka lebih banyak menghirup zat-zat pencemar. Misalnya saja
pencemaran udara akibat terkontaminasi timbal. Timbal merupakan logam berat
sehingga dampak dari timbal sangat mengerikan bagi manusia, terutama bagi
anak-anak.
Apabila
masuk ke dalam tubuh manusia maka akan mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan
belajar, menghambat pertumbuhan badan, penurunan fungsi pendengaran,
mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti
ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan
mempengaruhi perkembangan otak, selain itu dapat juga menimbulkan anemia.
Sedangkan
bagi wanita hamil efeknya akan mengenai anak yang disusuinya kerena
timbal yang masuk ke dalam tubuh akan terakumulasi dalam ASI. Selain itu ibu
hamil juga harus mencermati polusi udara akibat asap rokok. Ibu hamil yang
menghisap rokok bisa berakibat fatal terhadap janin yang dikandungnya. Pembuluh
darah sang ibu akan mengecil sehingga suplai darah ke calon bayi terhalang.
Akan banyak dampak yang diderita oleh bayi, yaitu pertumbuhan badan terhambat
dan juga kemampuan mental menjadi terlambat.
Pencemaran udara berdasarkan pengaruhnya terhadap
gangguan kesehatan dibedakan menjadi 3 jenis :
1.
Iritasi.
Biasanya polutan ini bersifat korosif, merangsang proses peradangan
hanya pada saluran pernapasan bagian atas, yaitu saluran pernapasan mulai dari
hidung hingga tenggorokkan. Misalnya sulfur dioksida, sulfur trioksida,
amoniak, dan debu. Iritasi terjadi pada saluran pernapasan bagian atas dan
juga dapat mengenai paru-paru itu sendiri.
2.
Asfiksia. Hal ini terjadi karena berkurangnya kemampuan tubuh dalam
menangkap oksigen atau mengakibatkan kadar O2 menjadi berkurang. Keracunan gas karbon
monoksida mengakibatkan CO akan mengikat hemoglobin, sehingga
kemampuan hemoglobin mengikat O2 berkurang dan terjadilah asfiksia.
Penyebabnya adalah gas nitrogen, oksida, metan, gas hidrogen dan helium.
3.
Anestesia. Bersifat menekan susunan syaraf
pusat sehingga kehilangan kesadaran, misalnya aeter, aetilene, propane, dan
alkohol alifatis.
4.
Toksis. Titik tangkap terjadinya berbagai
jenis, yaitu : menimbulkan gangguan pada sistem pembuatan darah, misalnya benzene,
fenol, toluen dan xylene. Keracunan terhadap susunan syaraf,
misalnya karbon disulfid, metil alkohol.